Kamis, 07 Januari 2016

Nostalgia di Simpang Tiga Tarakan

Rumah adalah tempat terbaik di mana selalu ada kehangatan yang ditawarkan. Ya, 2007 silam adalah waktu di mana saya harus meninggalkan rumah, mencari ilmu, mencari pengalaman, serta berbagai macam hal untuk dipelajari. Setelah lulus dari sekolah menengah, saya ke daratan dingin di Jawa yakni Malang.

Dari sebuah pulau kecil di Kalimantan Utara, Tarakan, saya memboyong semua keberanian untuk merantau ke Malang. Suasana baru, teman baru, dan semua hal yang baru saya temui di sini. Selama ini saya hanya pulang beberapa kali yang dapat dihitung dengan jari. Tanpa terasa sudah hampir delapan tahun berada di tanah ini.

Saya menulis dalam keadaan yang sangat amat merindukan pulau kecil tempat saya lahir. Tarakan dan semua kenangannya tidak bisa lepas dari ingatan. Apalagi setelah melihat postingan gambar yang dishare teman saya di Facebook.

Simpang Tiga, Tarakan tahun 1995 @ Facebook Maria Akuy

Gambar tersebut menunjukkan sebuah pusat kota yang dulunya adalah sebuah pasar di tahun 95an, namanya Simpang Tiga. Kalau di Semarang namanya Simpang Lima dan memang benar-benar memiliki lima simpangan. Uniknya, di Tarakan walaupun sekarang memiliki empat simpangan tetap saja daerah tersebut diberi nama Simpang Tiga.

Dari foto tersebut, saya tersedot dan seperti hadir di sana. Di mana di tempat tadi, saat saya baru duduk di kelas satu sekolah dasar, sering di ajak emak subuh-subuh untuk membeli segala bahan makanan di pasar Simpang Tiga. Kalian bisa lihat gambar tadi yang masih ada logo 50 tahun Indonesia merdeka yaitu tepat pada tahun 1995.

Gambar ini membawa kerinduan yang amat-amat dalam, saya bisa hapal tempat ini karena di bawah plang denah kota di sebelah kiri ada penjual cenil favorit si emak. Seorang tua bersuku jawa yang memproduksi cenil jadi langganan emak dalam beberapa tahun. Jika jadi favoritnya si emak, maka akan jadi favorit seisi keluarga juga. Jangankan cenil, acara TV yang disukai emak juga bakal jadi favorit seisi keluarga, mau membantah juga ndak bakalan bisa karena aturan emak yang harus dipatuhi. Jika membantah emak, pilihannya cuma dua, dikutuk jadi batu atau dicoret dari kartu keluarga. Jadi karena terbiasa, akhirnya jadi kebiasaan kemudian jadi kebiasaan yang favorit juga.

Di Simpang Tiga dulunya ada patung polisi berdiri seakan-akan sedang memperhatikan lalu lintas. Dulu bapak sering getokin kepala patung polisi itu, tapi ya gitu, cuma patung. Katanya bapak, diketok aja mumpung jadi patung. Akhirnya saya juga ikut-ikutan menyakiti patung tak berdosa tadi. Ahh..jadi kangen sama bapak.

Simpang Tiga, Tarakan @ Getborneo.com

Namun, Simpang Tiga sudah berubah, sekarang lebih modern dibandingkan gambar tadi. Pasar yang ada di pinggir jalan sudah jadi Mall, walaupun sekarang Mall ini tutup, ndak laku katanya. Namun, informasi terakhir yang saya dapat, di sekitaran Simpang Tiga banyak bangunan besar, di sana banyak berdiri hotel. Tentu saja ini jadi suatu prestasi, namun di sisi perkembangan pembangunan tidak kalah juga dengan orang keras kepala dan serakah yang terus berkembang di kota ini.

Tapi apapun itu, saat ini saya kangen sekali dengan Tarakan. Kota kelahiran yang terkenal dengan sumber minyak terbaik dan senja terindahnya.
Read »

Copyright © Lingkar Cerita

Designed by